Jumat, 21 Januari 2011

300 siswa dibawah 1 profesor...

Ada seorang profesor filsafat yang adalah seorang ateis sangat berkomitmen. Tujuan utamanya selama kelas adalah untuk menghabiskan seluruh semester mencoba untuk membuktikan bahwa Tuhan itu tidak ada.
Para mahasiswanya selalu takut untuk berargumentasi dengan dia karena logikanya yang sangat masuk akal.

Selama dua puluh tahun, ia telah mengajar kelas ini dan tidak pernah memiliki keberanian untuk melawan dia. Tentu saja, beberapa telah berpendapat di kelas di kali, tapi tidak ada yang pernah benar-benar pergi melawan dia karena reputasinya.

Pada akhir setiap semester pada hari terakhir, ia akan berkata kepada kelasnya dari 300 siswa, 'Jika ada seseorang di sini yang masih percaya pada Tuhan, berdiri!'. Dalam dua puluh tahun, tak seorang pun pernah berdiri. Mereka tahu apa yang ia akan lakukan selanjutnya. Dia akan berkata, "Karena siapa saja yang percaya pada Tuhan adalah orang bodoh. Jika Tuhan ada, dia bisa menghentikan kapur dari menabrak tanah dan melanggar. Contoh sederhana untuk membuktikan bahwa Ia adalah Tuhan, namun Ia tidak dapat melakukannya. " Dan setiap tahun, ia akan menjatuhkan kapur ke lantai kelas dan itu akan menghancurkan menjadi seratus bagian. Semua siswa akan melakukan apa-apa selain berhenti dan menatap.

Sebagian besar mahasiswa berpikir bahwa Tuhan itu tidak ada. Tentu saja, sejumlah orang Kristen telah menyelinap lewat, tetapi selama 20 tahun, mereka telah terlalu takut untuk berdiri.

Nah, beberapa tahun yang lalu ada seorang mahasiswa yang kebetulan untuk mendaftar. Dia adalah seorang muslim, dan telah mendengar cerita tentang dosennya. Ia diperlukan untuk mengambil kelas untuk utama, dan dia takut. Tapi untuk tiga bulan semester, ia berdoa setiap pagi bahwa ia akan memiliki keberanian untuk berdiri tidak peduli apa kata profesor, atau apa kelas pikir. Tidak ada kata mereka yang bisa menghancurkan imannya ... dia berharap.

Akhirnya, hari itu tiba. Profesor itu berkata, "Jika ada seseorang di sini yang masih percaya pada Tuhan, berdiri!" Profesor dan kelas 300 orang menatapnya, terkejut, ketika ia berdiri di belakang kelas. Profesor tersebut berteriak, "Kau BODOH! Jika Tuhan ada, ia akan menjaga sepotong kapur dari pecah saat menyentuh tanah! " Ia bersiap melepaskan kapur, tapi seperti dia, itu menyelinap keluar dari jari-jarinya, kemeja spontan, ke lipatan celananya, bawah kakinya, dan off sepatunya. Saat menyentuh tanah, itu hanya terguling tak terputus. (Subhanallah)

Kesombongan profesor luluh saat ia melihat kapur tersebut. Ia menatap pemuda itu, dan kemudian berlari keluar dari ruang kuliah.

Orang muda yang telah berdiri, terus berjalan ke depan ruangan dan membagikan iman dalam Islam untuk setengah jam berikutnya.
300 siswa tinggal dan mendengarkan saat ia menceritakan kasih Allah bagi mereka dan menjadi pengikut Dari kita tercinta nabi Muhammad (saww).

Minggu, 16 Januari 2011

Al-Quran di Tengah Perkembangan Filsafat

Apakah filsafat itu, dan bagaimana perkembangannya? Adalah satu pertanyaan yang memerlukan jawaban singkat sebelum permasalahan yang diketengahkan ini diuraikan.

Bertrand Russel menjelaskan bahwa filsafat merupakan jenis pengetahuan yang memberikan kesatuan dan sistem ilmu pengetahuan melalui pengujian kritis terhadap dasar-dasar keputusan, prasangka-prasangka dan kepercayaan. Hal ini disebabkan karena pemikiran filsafat bersifat mengakar (radikal) yang mencoba memberikan jawaban menyeluruh dari A-Z, mencari yang sedalam-dalamnya sehingga melintasi dimensi fisik dan teknik.

Objek penelitiannya ialah segala yang ada dan yang mungkin ada, baik "ada yang umum" (ontologi 'ilm al-kainat) maupun "ada yang khusus atau mutlak" (Tuhan). Atau, dengan kata lain, objek penelitian filsafat mencakup pembahasan-pembahasan logika, estetika, etika, politik dan metafisika.

Melihat demikian luasnya pembahasan filsafat tersebut, maka pembahasan kita kali ini dibatasi pada bagian "ada yang umum". Itu pun hanya dalam masalah yang menjadi pusat perhatian pemikir dewasa ini dan yang merupakan penentu jalannya sejarah kemanusiaan, yakni "manusia". Karena, memang, dewasa ini orang tidak banyak lagi berbicara tentang bukti wujud Tuhan atau kebenaran wahyu, tidak pula menyangkut pertentangan agama dengan aliran-aliran materialisme, tapi topik pembicaraan adalah "manusia" karena pandangan tentang hakikat manusia akan memberikan arah dari seluruh sikap dan memberikan penafsiran terhadap semua gejala.

Dalam abad pertengahan, manusia dipandang sebagai salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang melebihi makhluk-makhluk lainnya, pandangan yang sejalan dengan keyakinan agama serta menganggap bahwa bumi tempat manusia hidup merupakan pusat dari alam semesta. Tapi pandangan ini digoyahkan oleh Galileo yang membuktikan bahwa bumi tempat tinggal manusia, tidak merupakan pusat alam raya. Ia hanya bagian kecil dari planet-planet yang mengitari matahari. Pandangan yang didukung oleh penelitian ilmiah ini, bertentangan dengan penafsiran Kitab Suci (Kristen) dan membuka satu lembaran baru dalam sejarah manusia Barat yang menimbulkan krisis keimanan dan krisis lainnya.

Disusul kemudian dengan teori evolusi yang dikemukakan oleh Darwin. Segi-segi negatif dari teori ini bukannya hanya diakibatkan oleh teori tersebut, tapi lebih banyak lagi diakibatkan oleh kesan-kesan yang ditimbulkannya dalam pikiran masyarakat serta para ahli pada masanya dan masa sesudahnya. Dari Darwin perjalanan dilanjutkan oleh Sigmund Freud yang mengadakan pengamatan terhadap sekelompok orang-orang sakit (abnormal) dan yang pada akhirnya berkesimpulan, bahwa manusia pada hakikatnya adalah "makhluk bumi" yang segala aktivitasnya bertumpu dan terdorong oleh libido, sedangkan agama -menurutnya-- berpangkal dari Oedipus complex dan, dengan demikian, Tuhan tidak lain kecuali ilusi belaka.

Kemajuan yang dicapai Eropa di bidang industri dan ilmu pengetahuan sejak masa renaissance, mengantarkan masyarakat untuk lebih jauh menolak kekuasaan agama secara total yang mengakibatkan pula kekaguman yang berlebihan kepada otoritas sains yang terlepas dari nilai-nilai spiritual keagamaan, dan yang pada akhirnya mencapai puncaknya pada peristiwa pemboman di Hiroshima dan Nagasaki pada waktu Perang Dunia II. Setelah itu terjadi beberapa hal yang mendasar: agama, antara lain, mulai disebut-sebut walaupun dengan suara yang sayup-sayup. Pretensi sains dipermasalahkan.

Eksistensialisme mulai berbicara lagi: "Sebenarnya tak ada arah yang harus dituju, pergilah ke mana engkau sukai. Engkau mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan segala sesuatu. Mari kita berpegang erat-erat pada kebebasan kita. Sosialisme telah merebut segala-galanya dan menyerahkan kepada negara. Agama juga mengembalikan segala sesuatu kepada Tuhan, sedangkan Tuhan di luar esensi manusia. Jadi agama juga menghalangi kebebasan manusia. Agama menipu para pengecut sehingga ia --demi mengalihkan manusia dari eksistensinya-- menciptakan surga yang kekal di langit, dan --untuk memberikan rasa takut-- neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu." Demikian antara lain pandangan Sartre, salah satu tokoh aliran ini.

Sebelum kita sampai pada pandangan Al-Quran, ada baiknya kita mengutip pendapat Alexis Carrel, seorang ahli bedah dan fisika, kelahiran Prancis yang mendapat hadiah Nobel. Beliau menulis dalam buku kenamaannya, Man the Unknown, antara lain: "Pengetahuan manusia tentang makhluk hidup dan manusia khususnya belum lagi mencapai kemajuan seperti yang telah dicapai dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan lainnya. Manusia adalah makhluk yang kompleks, sehingga tidaklah mudah untuk mendapatkan satu gambaran untuknya, tidak ada satu cara untuk memahami makhluk ini dalam keadaan secara utuh, maupun dalam bagian-bagiannya, tidak juga dalam memahami hubungannya dengan alam sekitarnya."

Selanjutnya, ia mengatakan: "Kebanyakan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para ahli yang mempelajari manusia hingga kini masih tetap tanpa jawaban, karena terdapat daerah-daerah yang tidak terbatas dalam diri (batin) kita yang tidak diketahui".

Keterbatasan pengetahuan, menurutnya, disebabkan karena keterlambatan pembahasan tentang manusia, sifat akal manusia dan kompleksnya hakikat manusia. Kedua faktor terakhir adalah faktor permanen, sehingga tidaklah berlebihan menurutnya "jika kita mengambil kesimpulan bahwa setiap orang dari kita terdiri dari iring-iringan bayangan yang berjalan di tengah-tengah hakikat yang tidak diketahui."

Dari segi pandangan seorang beragama, kiranya dapat dikatakan bahwa untuk mengetahui hal tersebut dibutuhkan pengetahuan dari pencipta Yang Maha Mengetahui melalui wahyu-wahyu-Nya, karena memang manusia adalah satu-satunya makhluk yang diciptakan atas peta gambaran Tuhan dan yang dihembuskan kepadanya Ruh ciptaanNya.

Nah, apa yang dikatakan Al-Quran tentang manusia? Tidak sedikit ayat Al-Quran yang berbicara tentang manusia; bahkan manusia adalah makhluk pertama yang telah disebut dua kali dalam rangkaian Wahyu Pertama (QS 96:1-5). Manusia sering mendapat pujian Tuhan. Dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain, ia mempunyai kapasitas yang paling tinggi (QS 11:3), mempunyai kecenderungan untuk dekat kepada Tuhan melalui kesadarannya tentang kehadiran Tuhan yang terdapat jauh di bawah alam sadarnya (QS 30:43). Ia diberi kebebasan dan kemerdekaan serta kepercayaan penuh untuk memilih jalannya masing-masing (QS 33:72; 76:2-3). Ia diberi kesabaran moral untuk memilih mana yang baik dan mana yang buruk, sesuai dengan nurani mereka atas bimbingan wahyu (QS 91:7-8). Ia adalah makhluk yang dimuliakan Tuhan dan diberi kesempurnaan dibandingkan dengan makhluk lainnya (QS 17:70) serta ia pula yang telah diciptakan Tuhan dalam bentuk yang sebaik-baiknya (QS 95:4).

Namun di lain segi, manusia ini juga yang mendapat cercaan Tuhan. Ia amat aniaya dan mengingkari nikmat (QS 14:34), dan sangat banyak membantah (QS 22:67). Ini bukan berarti bahwa ayat-ayat Al-Quran bertentangan satu sama lain, tetapi hal tersebut menunjukkan potensi manusiawi untuk menempati tempat terpuji, atau meluncur ke tempat yang rendah sehingga tercela.

Al-Quran menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari tanah, kemudian setelah sempurna kejadiannya, Tuhan menghembuskan kepadanya Ruh ciptaan-Nya (QS 38:71-72). Dengan "tanah" manusia dipengaruhi oleh kekuatan alam seperti makhluk-makhluk lain, sehingga ia butuh makan, minum, hubungan seks, dan sebagainya, dan dengan "Ruh" ia diantar ke arah tujuan non-materi yang tak berbobot dan tak bersubstansi dan yang tak dapat diukur di laboratorium atau bahkan dikenal oleh alam material.

Dimensi spiritual inilah yang mengantar mereka untuk cenderung kepada keindahan, pengorbanan, kesetiaan, pemujaan, dan sebagainya. Ia mengantarkan mereka kepada suatu realitas yang Maha Sempurna, tanpa cacat, tanpa batas dan tanpa Akhir: wa anna ila rabbika Al-Muntaha -- dan sesungguhnya kepada Tuhan-Mu-lah berakhirnya segala sesuatu (QS 53:42). Hai manusia, sesungguhnya engkau telah bekerja dengan penuh kesungguhan menuju Tuhanmu dan pasti akan kamu menemui-Nya" (QS 84:6).

Dengan berpegang kepada pandangan ini, manusia akan berada dalam satu alam yang hidup, bermakna, serta tak terbatas, yang dimensinya melebar keluar melampaui dimensi "tanah", dimensi material itu.

Al-Quran tidak memandang manusia sebagai makhluk yang tercipta secara kebetulan, atau tercipta dari kumpulan atom, tapi ia diciptakan setelah sebelumnya direncanakan untuk mengemban satu tugas, Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi (QS 2:30). Ia dibekali Tuhan dengan potensi dan kekuatan positif untuk mengubah corak kehidupan di dunia ke arah yang lebih baik (QS 13:11), serta ditundukkan dan dimudahkan kepadanya alam raya untuk dikelola dan dimanfaatkan (QS 45:12-13). Antara lain, ditetapkan arah yang harus ia tuju (QS 51:56) serta dianugerahkan kepadanya petunjuk untuk menjadi pelita dalam perjalanan itu (QS 2:38).

Penutup

Demikian filsafat materialisme dengan aneka ragam panoramanya berbicara tentang manusia. Dan demikian pula Al-Quran. Keduanya telah menjelaskan pandangannya. Keduanya telah mengajak manusia untuk menemukan dirinya, tapi yang pertama berusaha untuk menyeretnya ke debu tanah dari Ruh Tuhan, sedangkan Al-Quran mengajaknya untuk meningkat dari debu tanah menuju Tuhan Yang Mahaesa.

by: Dr. M. Quraish Shihab

Al-Quran di Tengah Perkembangan Filsafat

Apakah filsafat itu, dan bagaimana perkembangannya? Adalah satu pertanyaan yang memerlukan jawaban singkat sebelum permasalahan yang diketengahkan ini diuraikan.

Bertrand Russel menjelaskan bahwa filsafat merupakan jenis pengetahuan yang memberikan kesatuan dan sistem ilmu pengetahuan melalui pengujian kritis terhadap dasar-dasar keputusan, prasangka-prasangka dan kepercayaan. Hal ini disebabkan karena pemikiran filsafat bersifat mengakar (radikal) yang mencoba memberikan jawaban menyeluruh dari A-Z, mencari yang sedalam-dalamnya sehingga melintasi dimensi fisik dan teknik.

Objek penelitiannya ialah segala yang ada dan yang mungkin ada, baik "ada yang umum" (ontologi 'ilm al-kainat) maupun "ada yang khusus atau mutlak" (Tuhan). Atau, dengan kata lain, objek penelitian filsafat mencakup pembahasan-pembahasan logika, estetika, etika, politik dan metafisika.

Melihat demikian luasnya pembahasan filsafat tersebut, maka pembahasan kita kali ini dibatasi pada bagian "ada yang umum". Itu pun hanya dalam masalah yang menjadi pusat perhatian pemikir dewasa ini dan yang merupakan penentu jalannya sejarah kemanusiaan, yakni "manusia". Karena, memang, dewasa ini orang tidak banyak lagi berbicara tentang bukti wujud Tuhan atau kebenaran wahyu, tidak pula menyangkut pertentangan agama dengan aliran-aliran materialisme, tapi topik pembicaraan adalah "manusia" karena pandangan tentang hakikat manusia akan memberikan arah dari seluruh sikap dan memberikan penafsiran terhadap semua gejala.

Dalam abad pertengahan, manusia dipandang sebagai salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang melebihi makhluk-makhluk lainnya, pandangan yang sejalan dengan keyakinan agama serta menganggap bahwa bumi tempat manusia hidup merupakan pusat dari alam semesta. Tapi pandangan ini digoyahkan oleh Galileo yang membuktikan bahwa bumi tempat tinggal manusia, tidak merupakan pusat alam raya. Ia hanya bagian kecil dari planet-planet yang mengitari matahari. Pandangan yang didukung oleh penelitian ilmiah ini, bertentangan dengan penafsiran Kitab Suci (Kristen) dan membuka satu lembaran baru dalam sejarah manusia Barat yang menimbulkan krisis keimanan dan krisis lainnya.

Disusul kemudian dengan teori evolusi yang dikemukakan oleh Darwin. Segi-segi negatif dari teori ini bukannya hanya diakibatkan oleh teori tersebut, tapi lebih banyak lagi diakibatkan oleh kesan-kesan yang ditimbulkannya dalam pikiran masyarakat serta para ahli pada masanya dan masa sesudahnya. Dari Darwin perjalanan dilanjutkan oleh Sigmund Freud yang mengadakan pengamatan terhadap sekelompok orang-orang sakit (abnormal) dan yang pada akhirnya berkesimpulan, bahwa manusia pada hakikatnya adalah "makhluk bumi" yang segala aktivitasnya bertumpu dan terdorong oleh libido, sedangkan agama -menurutnya-- berpangkal dari Oedipus complex dan, dengan demikian, Tuhan tidak lain kecuali ilusi belaka.

Kemajuan yang dicapai Eropa di bidang industri dan ilmu pengetahuan sejak masa renaissance, mengantarkan masyarakat untuk lebih jauh menolak kekuasaan agama secara total yang mengakibatkan pula kekaguman yang berlebihan kepada otoritas sains yang terlepas dari nilai-nilai spiritual keagamaan, dan yang pada akhirnya mencapai puncaknya pada peristiwa pemboman di Hiroshima dan Nagasaki pada waktu Perang Dunia II. Setelah itu terjadi beberapa hal yang mendasar: agama, antara lain, mulai disebut-sebut walaupun dengan suara yang sayup-sayup. Pretensi sains dipermasalahkan.

Eksistensialisme mulai berbicara lagi: "Sebenarnya tak ada arah yang harus dituju, pergilah ke mana engkau sukai. Engkau mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan segala sesuatu. Mari kita berpegang erat-erat pada kebebasan kita. Sosialisme telah merebut segala-galanya dan menyerahkan kepada negara. Agama juga mengembalikan segala sesuatu kepada Tuhan, sedangkan Tuhan di luar esensi manusia. Jadi agama juga menghalangi kebebasan manusia. Agama menipu para pengecut sehingga ia --demi mengalihkan manusia dari eksistensinya-- menciptakan surga yang kekal di langit, dan --untuk memberikan rasa takut-- neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu." Demikian antara lain pandangan Sartre, salah satu tokoh aliran ini.

Sebelum kita sampai pada pandangan Al-Quran, ada baiknya kita mengutip pendapat Alexis Carrel, seorang ahli bedah dan fisika, kelahiran Prancis yang mendapat hadiah Nobel. Beliau menulis dalam buku kenamaannya, Man the Unknown, antara lain: "Pengetahuan manusia tentang makhluk hidup dan manusia khususnya belum lagi mencapai kemajuan seperti yang telah dicapai dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan lainnya. Manusia adalah makhluk yang kompleks, sehingga tidaklah mudah untuk mendapatkan satu gambaran untuknya, tidak ada satu cara untuk memahami makhluk ini dalam keadaan secara utuh, maupun dalam bagian-bagiannya, tidak juga dalam memahami hubungannya dengan alam sekitarnya."

Selanjutnya, ia mengatakan: "Kebanyakan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para ahli yang mempelajari manusia hingga kini masih tetap tanpa jawaban, karena terdapat daerah-daerah yang tidak terbatas dalam diri (batin) kita yang tidak diketahui".

Keterbatasan pengetahuan, menurutnya, disebabkan karena keterlambatan pembahasan tentang manusia, sifat akal manusia dan kompleksnya hakikat manusia. Kedua faktor terakhir adalah faktor permanen, sehingga tidaklah berlebihan menurutnya "jika kita mengambil kesimpulan bahwa setiap orang dari kita terdiri dari iring-iringan bayangan yang berjalan di tengah-tengah hakikat yang tidak diketahui."

Dari segi pandangan seorang beragama, kiranya dapat dikatakan bahwa untuk mengetahui hal tersebut dibutuhkan pengetahuan dari pencipta Yang Maha Mengetahui melalui wahyu-wahyu-Nya, karena memang manusia adalah satu-satunya makhluk yang diciptakan atas peta gambaran Tuhan dan yang dihembuskan kepadanya Ruh ciptaanNya.

Nah, apa yang dikatakan Al-Quran tentang manusia? Tidak sedikit ayat Al-Quran yang berbicara tentang manusia; bahkan manusia adalah makhluk pertama yang telah disebut dua kali dalam rangkaian Wahyu Pertama (QS 96:1-5). Manusia sering mendapat pujian Tuhan. Dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain, ia mempunyai kapasitas yang paling tinggi (QS 11:3), mempunyai kecenderungan untuk dekat kepada Tuhan melalui kesadarannya tentang kehadiran Tuhan yang terdapat jauh di bawah alam sadarnya (QS 30:43). Ia diberi kebebasan dan kemerdekaan serta kepercayaan penuh untuk memilih jalannya masing-masing (QS 33:72; 76:2-3). Ia diberi kesabaran moral untuk memilih mana yang baik dan mana yang buruk, sesuai dengan nurani mereka atas bimbingan wahyu (QS 91:7-8). Ia adalah makhluk yang dimuliakan Tuhan dan diberi kesempurnaan dibandingkan dengan makhluk lainnya (QS 17:70) serta ia pula yang telah diciptakan Tuhan dalam bentuk yang sebaik-baiknya (QS 95:4).

Namun di lain segi, manusia ini juga yang mendapat cercaan Tuhan. Ia amat aniaya dan mengingkari nikmat (QS 14:34), dan sangat banyak membantah (QS 22:67). Ini bukan berarti bahwa ayat-ayat Al-Quran bertentangan satu sama lain, tetapi hal tersebut menunjukkan potensi manusiawi untuk menempati tempat terpuji, atau meluncur ke tempat yang rendah sehingga tercela.

Al-Quran menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari tanah, kemudian setelah sempurna kejadiannya, Tuhan menghembuskan kepadanya Ruh ciptaan-Nya (QS 38:71-72). Dengan "tanah" manusia dipengaruhi oleh kekuatan alam seperti makhluk-makhluk lain, sehingga ia butuh makan, minum, hubungan seks, dan sebagainya, dan dengan "Ruh" ia diantar ke arah tujuan non-materi yang tak berbobot dan tak bersubstansi dan yang tak dapat diukur di laboratorium atau bahkan dikenal oleh alam material.

Dimensi spiritual inilah yang mengantar mereka untuk cenderung kepada keindahan, pengorbanan, kesetiaan, pemujaan, dan sebagainya. Ia mengantarkan mereka kepada suatu realitas yang Maha Sempurna, tanpa cacat, tanpa batas dan tanpa Akhir: wa anna ila rabbika Al-Muntaha -- dan sesungguhnya kepada Tuhan-Mu-lah berakhirnya segala sesuatu (QS 53:42). Hai manusia, sesungguhnya engkau telah bekerja dengan penuh kesungguhan menuju Tuhanmu dan pasti akan kamu menemui-Nya" (QS 84:6).

Dengan berpegang kepada pandangan ini, manusia akan berada dalam satu alam yang hidup, bermakna, serta tak terbatas, yang dimensinya melebar keluar melampaui dimensi "tanah", dimensi material itu.

Al-Quran tidak memandang manusia sebagai makhluk yang tercipta secara kebetulan, atau tercipta dari kumpulan atom, tapi ia diciptakan setelah sebelumnya direncanakan untuk mengemban satu tugas, Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi (QS 2:30). Ia dibekali Tuhan dengan potensi dan kekuatan positif untuk mengubah corak kehidupan di dunia ke arah yang lebih baik (QS 13:11), serta ditundukkan dan dimudahkan kepadanya alam raya untuk dikelola dan dimanfaatkan (QS 45:12-13). Antara lain, ditetapkan arah yang harus ia tuju (QS 51:56) serta dianugerahkan kepadanya petunjuk untuk menjadi pelita dalam perjalanan itu (QS 2:38).

Penutup

Demikian filsafat materialisme dengan aneka ragam panoramanya berbicara tentang manusia. Dan demikian pula Al-Quran. Keduanya telah menjelaskan pandangannya. Keduanya telah mengajak manusia untuk menemukan dirinya, tapi yang pertama berusaha untuk menyeretnya ke debu tanah dari Ruh Tuhan, sedangkan Al-Quran mengajaknya untuk meningkat dari debu tanah menuju Tuhan Yang Mahaesa.

by: Dr. M. Quraish Shihab

Sabtu, 08 Januari 2011

merendahlah...!!!

rendah diri adalah sipat kekasih allah dia slalu menganggap dirinya lebih rendah ...

• Jika engkau bertemu dengan seseorang, maka yakinilah bahwa dia lebih baik darimu. Ucapkan dalam hatimu :
"Bisa jadi kedudukannya di sisi Allah jauh lebih baik dan lebih tinggi dariku"

jika bertemu anak kecil, maka ucapkanlah ( dalam hatimu ) :
"Anak ini belum bermaksiat kepada Allah swt, sedangkan diriku telah banyak bermaksiat kepada-Nya. Tentu anak ini jauh lebih baik dariku."

Jika bertemu orang tua, maka ucapkanlah ( dalam hatimu ) :
"Dia telah beribadah kepada Allah jauh lebih lama dariku, tentu dia lebih baik dariku."

Jika bertemu dengan seorang yang berilmu, maka ucapkanlah ( dalam hatimu ) :
"Orang ini memperoleh karunia yang tidak akan kuperoleh, mencapai kedudukan yang tidak akan pernah kucapai, mengetahui apa yang tidak kuketahui dan dia mengamalkan ilmunya, tentu dia lebih baik dariku."

Jika bertemu dengan seorang yang bodoh, maka katakanlah ( dalam hatimu ) :
"Orang ini bermaksiat kepada Allah swt karena dia bodoh ( tidak tahu ), sedangkan aku bermaksiat kepada-Nya padahal aku mengetahui akibatnya. Dan aku tidak tahu bagaimana akhir umurku dan umurnya kelak. Dia tentu lebih baik dariku."

Jika bertemu dengan orang kafir, maka katakanlah ( dalam hatimu ) :
"Aku tidak tahu bagaimana keadaannya kelak, bisa jadi di akhir usianya dia memeluk agama islam dan beramal saleh. Dan bisa jadi di akhir usia, diriku kufur dan berbuat buruk."

jika melihat binatang apa saja ucap dalam hati lebih hebat binatang dari pada aku dia tanpa dosa sedang aku ..maksiatku menumpuk

tidak ada kesombongan dalam diri jika sudah di amalkan

Jumat, 07 Januari 2011

renungan malam

MATA
Tataplah hitamnya mata kita,lewat kaca apakah mata ini, mata yang bisa menatap ALLAH, menatap Rasulullah , menatap para kekasih ALLAH di surga kelak, atau malah akan terburai karena kemaksiyatan yang pernah dilakukannya? mata yg akan di cungkil malaikat dgn besi panas sehingga kering darah kita seketika kerna panasnya
saudaraku semuanya peliharalah mata kita dari memandang yg tidak baik .allhamdulillah allah masih bermurah hati tidak membutakan mata kita .mata yg jarang menatap alqur an mata yg jarang menatap ulama mata yg jarang menatap mesjid/mosala tempat shalat lainnya ketika azan tiba .mata yg sering melihat tv .senetron dll yg tak pernah ada manfaat .( lebih mulia org buta di mata allah )

BIBIR
Bibir kita, apakah ia akan bisa tersenyum gembira di surga sana atau malah bibir yang lidahnya akan menjulur tercabik-cabik?!

TUBUH
Perhatikan pula tubuh tegap kita, apakah ia akan berpendar penuh cahaya di surga sana, sehingga layak berdampingan dengan si pemiliki tubuh mulia, Rasulullah , atau tubuh ini malah akan membara, menjadi bahan bakar bersama hangusnya batu-batu di kerak neraka jahannam?

KAKI
Ketika memandang kaki, tanyakanlah apakah ia senantiasa melangkah di jalan ALLAH sehingga berhak menginjakkannya di surga kelak, atau malah akan dicabik-cabik pisau berduri. di dalam neraka jahannam kaki yg jarang melangkah ke mesjid kaki yg jarang ke tempat dzikir kaki yg sering di pakai nonton kunser ada artis datang ..kadang panas panasan hujan hujanan nonton artis ..jika kita mati pada saat itu belum tentu artis idola kita mampu menolong kita dari azab siksa kubur

KULIT
Pandanglah kulit kita se saat , renungkanlah apakah ia akan menjadi indah bercahaya ataukah akan hitam legam karena gosong dijilat lidah api jahannam?


tangan yg kadang jarang menyentuh alqur an telinga yg jarang mendengar ayat ayat allah akal pikiran yg lebih senang menghapal lagu lagu . pop dan lagu barat ...lebih senang menghapal lagu dari pada menghapal ayat ayat ALLAH .Jangankan menghapalnya membacanya saja kadang malas apalagi mengamalakan

saudaraku Agar rohani tetap sehat

1Introspeksi diri
2 Perbaikan diri (taubat)
3 Melatih diri dengan amal shaleh
4 Mendalami isi al-Qurän
5 Memperbanyak do'a
6 Memperbanyak dzikir
7 Mencintai orang lemah dan anak yatim
8 Berhenti menjadi musuh allah dan rasul dgn sengaja memamerkan aurat di depan umum dgn bangganya .bagai mana jika malaikat mencabut nyawa kita pada saat kita pamer aurat dgn pakayan mahal dan indah ..
apakah pakayan baju mahal pembuka uarat itu mampu menolong kita dari jilatan api neraka ..jika baju di sedekahkan pun dan di pakai oleh org lain hanya akan menambah azab kita di kubur

benar kata bang haji oma ."NERAKA ITU MAHAL HARGANYA"Kalimat ini sangat dalam


ingati bila sunyi rindui bila jauh pahami bila keliru nasehati bila lalai dan maafkan bila terluka/bersalah

insyaallah dgn ketulusan hati kita bisa mendapat ridhonya RIDHO NYA ALLAH .

Selasa, 04 Januari 2011

sampai kapan kita bisa memperoleh kebahagiaan..??

Suatu kala, seorang muda yang selalu resah dan gelisah menemui seorang bijak dan bertanya, ''Berapa

lamakah waktu yang saya butuhkan untuk memperoleh kebahagiaan? ''



Orang bijak itu memandang si anak muda kemudian menjawab,

''Kira-kira sepuluh tahun.''



Mendengar hal itu anak muda tadi terkejut,

''Begitu lama?'' tanyanya tak percaya.



''Tidak,'' kata si orang bijak,

''Saya keliru. Engkau membutuhkan 20 tahun.''



Anak muda itu bertambah bingung.

''Mengapa Guru lipatkan dua,?'' tanyanya keheranan.



Orang bijak kemudian berkata,

''Coba pikirkan, dalam hal ini mungkin engkau membutuhkan 30 tahun.''



Apa yang terlintas dalam pikiran Anda ketika membaca cerita di atas?

Tahukah anda mengapa semakin banyak orang muda itu bertanya,

semakin lama pula waktu yang diperlukannya untuk mencapai kebahagiaan?

sebab kebahagiaan harus kita usahakan...bukan untuk dipikirkan...!!!